Skip to content

Saya dan Penyembuh Luka


Memang begitu menyenangkan saat merasa disayangi, dicintai, diperhatikan, disanjung oleh bualan cinta, namun semakin erat ikatan tersebut, justru membuat saya makin menggila. Rasa cinta ini terus-menerus mengikat, membuat saya merasa hanya cinta darinya lah yang saya butuhkan. Setelah menjalani hubungan tersebut sekian lama, pertengkaran hingga kekerasan seringkali terjadi. Saya selalu berusaha memperjuangkan hubungan ini walaupun saya merasa bagai terperangkap di roller coaster, sedikit sekali rasanya menikmati nafas lega.


Selama menjalani hubungan ini, sebagian diri saya hilang. Kondisi emosi menjadi tidak stabil. Kadang dalam sekejap saya marah, kemudian menangis. Saya pun kebingungan harus menceritakan kepada siapa soal masalah ini. Ketakutan akan tudingan perempuan tidak baik-baik maupun teriakan ”bodoh banget sih lo jadi cewek” merasuki pikiran saya. Kepekaan beberapa sahabat terdekat membuat akhirnya memberanikan diri bercerita tentang apa yang saya alami, ternyata responnya jauh lebih positif dari yang terpikir sebelumnya.


Proses panjang bertahan dengannya bukan hal mudah, keberadaaan support system dari orang-orang terdekat menumbuhkan harapan bahwa hidup saya berarti. Luka yang tak henti-hentinya hadir, setidaknya terbantu oleh kehadiran mereka yang bersedia menjadi pendengar dan menumbuhkan kepercayaan bahwa nantinya waktu akan memantapkan hati saya untuk menyudahi hubungan ini. Mereka tidak pernah menyudutkan posisi saya yang bersikeras mempertahankan dan selalu berusaha ingin kembali kepadanya. Telinga mereka senantiasa menemani masa-masa saat emosi saya terguncang saat masalah dengannya tak berkesudahan.


Sejujurnya, cukup sulit untuk mencoba melepaskan diri dari dia. Saya bahkan beberapa kali berniat menyudahi hidup, namun sayangnya rasa tidak berdaya mengembalikan diri saya kepadanya. Selama proses menyakinkan diri keluar dari jeratannya, support system saya tidak pernah berhenti menguatkan.


Akhirnya saya paham, berjuang dalam suatu hubungan dapat kita lakukan ketika hubungan tersebut memberikan kita ruang bertumbuh. Namun sebaliknya saat kita berada pada posisi tercekik dalam suatu hubungan, kita tentu perlu menyadari beberapa hal:


• Pertama, berhenti menyalahkan maupun mengasihani diri sendiri untuk waktu yang terlalu lama. Kondisi mengasihani diri sendiri ini membuat saya cukup lama terperangkap dalam pusaran kesedihan. Anggaplah hal tersebut sebagai proses hidup, belajarlah berdamai atas apa yang sudah terjadi.

• Kedua, temukan support system yang dapat menjadi pengingat bahwa dirimu berarti. Kesempatan menjadi lebih baik selalu ada, orang-orang baik pun masih banyak. Keraguan menceritakan hal pribadi kepada orang lain mungkin muncul, tapi kamu bisa memilih orang terpercaya yang bisa mendengar ceritamu. Mengutarakan pengalaman tidak harus berujung pada ditemukannya solusi. Paling tidak, kamu tahu bahwa dirimu tidak sendiri. Bagi saya, keberadaan support system mengingatkan rasa sayang bukan hanya berasal dari pasangan tapi orang-orang sekitarmu yang juga menyayangimu.

Teruntuk teman-teman dengan pengalaman serupa, kita semua berhak disayangi dengan cara yang benar. Rasa cinta dan kasih sayang bukan berarti ditunjukkan lewat kekerasan. Karena, hidup kamu berarti dan kamu tidak sendiri.

(RA)